Materi
Kelas XI Semester 1 Bab 1 Budaya Politik di Indonesia
Standar
Kompetensi:
1.
Menganalisis
budaya politik di Indonesia
Kompetensi
Dasar:
1.1
Mendeskripsikan
pengertian budaya politik
1.2 Menganalisis
tipe-tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia
1.3 Mendeskripsikan
pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik
1.4 Menampilkan
peran serta budaya politik partisipan
Indikator
Pembelajaran:
1.
Mendeskripsikan
pengertian budaya politik
2.
Mengidentifikasikan
ciri-ciri budaya politik
3.
Menjelaskan
faktor penyebab berkembangnya budaya politik di daerahnya
4.
Mengidentifikasi
perkembangan budaya politik
5.
Menyimpulkan
budaya politik yang berkembang di masyarakat
6.
Mendeskripsikan
tipe-tipe budaya politik
7.
Mengindentifikasi
tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia
8.
Menganalisis
dampak perkembangan tipe politik sesuai dengan perkembangan sistem politik yang
berlaku
9.
Mendeskripsikan
makna sosialisasi kesadaran politik
10. Menguraikan
mekanisme sosialisasi pengembangan budaya politik
11. Mengidentifikasi
fungsi dan peranan partai politik
12. Mendeskripsikan
bentuk-bentuk budaya politik beserta contohnya
13. Menunjukkan
budaya politik yang sesuai dan bertentangan dengan semangat pembangunan politik
bangsa
14. Memberikan
contoh budaya politik partisipan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
15. Mendemonstrasikan
budaya politik partisipan
Tujuan Pembelajaran:
Setelah kegiatan
pembelajaran ini diharapkan siswa mampu:
1.
Mendeskripsikan
pengertian budaya politik
2.
Mengidentifikasikan
ciri-ciri budaya politik
3.
Menjelaskan
faktor penyebab berkembangnya budaya politik di daerahnya
4.
Mengidentifikasi
perkembangan budaya politik
5.
Menyimpulkan
budaya politik yang berkembang di masyarakat
6.
Mendeskripsikan
tipe-tipe budaya politik
7.
Mengindentifikasi
tipe budaya politik yang berkembang dalam masyarakat Indonesia
8.
Menganalisis
dampak perkembangan tipe politik sesuai dengan perkembangan sistem politik yang
berlaku
9.
Mendeskripsikan
makna sosialisasi kesadaran politik
10. Menguraikan
mekanisme sosialisasi pengembangan budaya politik
11. Mengidentifikasi
fungsi dan peranan partai politik
12. Mendeskripsikan
bentuk-bentuk budaya politik beserta contohnya
13. Menunjukkan
budaya politik yang sesuai dan bertentangan dengan semangat pembangunan politik
bangsa
14. Memberikan
contoh budaya politik partisipan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan
bernegara
15. Mendemonstrasikan
budaya politik partisipan
Materi Pembelajaran:
1.
Budaya
politik
a.
Pengertian
budaya politik
b.
Ciri-ciri
budaya politik
c.
Macam-macam
budaya politik
d.
Faktor
penyebab berkembangnya budaya politik di suatu daerah
e.
Budaya
politik yang berkembang dalam masyarakat
2.
Tipe-tipe
budaya politik
a.
Macam-macam
tipologi budaya politik
b.
Perkembangan
tipe budaya politik sejalan perkembangan sistem politik yang berlaku
3.
Sosialisasi
budaya politik
a.
Makna
sosialisasi kesadaran politik
b.
Mekanisme
sosialisasi budaya politik
c.
Fungsi
dan peranan partai politik
4.
Budaya
politik partisipan
a.
Bentuk-bentuk
budaya politik partisipan
b.
Budaya
politik yang bertentangan dengan semangat pembangunan politik bangsa
c.
Contoh
budaya politik partisipan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara
d.
Contoh
perilaku berperan aktif dalam politik yang berkembang di masyarakat
Alokasi
waktu: 8 x 45 Menit
Metode
Pembelajaran:
Ceramah/informasi, tanya jawab, diskusi,
presentasi, pemberian tugas, kerja
mandiri, studi kasus, eksplorasi.
Penilaian:
1.
Non
tes: performance
tes (tugas kelompok/ individu)
2.
Tes
tertulis (uraian, pilihan ganda, lainnya)
3.
Presentasi
Rangkuman Materi Pembelajaran:
Pendahuluan
Warga negara dalam kehidupan sehari-hari
akan bertemu dengan para pejabat pemerintahan terutama pejabat daerah. Misalnya
dengan bupati/ walikota, camat, dan lurah/kepala desa.
Kadang-kadang
mereka juga membicarakan masalah-masalah kenegaraan, pemerintahan, ataupun
masalah bersama yang dihadapi oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.
Bahkan, apabila ada masalah besar yang tengah berlangsung atau akan
berlangsung, masyarakat pasti ramai membicarakannya. Misalnya di Solo
masyarakat ramai-ramai membicarakan mobil Esemka Rajawali, di Jakarta dan Solo
orang mulai menerka-nerka siapa nanti yang akan menang dalam pemilihan gubernur
DKI nanti, di mana Walikota Solo Joko Widodo masuk dalam bursa bakal calon
Gubernur DKI melalui PDIP, secara
nasional masyarakat membicarakan rencana pemerintah menaikkan harga BBM menjadi
Rp 6000.00 perliter yang kemudian berkembang isu akan terjadi kudeta terhadap
pemerintahan SBY karena kebijakan tentang kenaikan harga BBM ini, rakyat mulai
memperbincangkan pemilihan umum 2014, dan lain-lain.
Contoh permasalahan yang dibicarakan
para warga termasuk dalam masalah politik. Kehidupan politik memang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Kita sebagai warga negara
tentu saja akan bersinggungan dengan kehidupan politik. Terhadap suatu masalah
politik para warga biasanya akan memberikan berbagai pendapat, pandangan,
pengetahuan, sikap, perasaan, dan penilaiannya masing-masing. Berbagai pendapat, pandangan, pengetahuan,
sikap, perasaan, dan penilaian warga dikatakan sebagai tanggapan mereka
terhadap politik, di mana tanggapan warga tersebut tidak sama atau berbeda
tergantung pada individu yang bersangkutan.
Contoh ungkapan warga dengan
rencana kenaikan harga BBM bulan April 2012:
1.
Saya
tidak setuju dengan rencana kenaikan harga BBM karena akan berdampak harga-harga
ikut naik, ongkos transportasi juga naik.
2.
Saya
tidak mendukung dengan rencana kenaikan harga BBM sebab biasanya akan terjadi
demo di mana-mana yang membuat kemacetan dan ketidaknyamanan masyarakat.
3.
Saya
tidak cocok dengan kenaikan harga BBM karena biasanya akan terjadi antrian
panjang orang membeli BBM dan orang-orang atau pedagang ramai-ramai menimbun
BBM yang membuat harga BBM di pasaran makin tinggi.
4.
Menurut
saya, tidak masalah harga BBM naik asal uang negara yang terkumpul dari
pengurangan subsidi itu dialokasikan secara benar, tidak dikorupsi.
5.
Menurut
saya, harga BBM naik tidak apa-apa toh selama ini subsidi BBM itu lebih
dinikmati oleh orang-orang kaya di Indonesia dan harga BBM yang murah dibanding
negara tetangga berakibat terjadinya penyelundupan BBM di mana-mana.
6.
Dan
sebagainya.
Pengetahuan,
sikap, dan penilaian warga negara terhadap kehidupan politik di negaranya merupakan
cerminan dari budaya politik yang berkembang atau ada di negara tersebut. Apa yang dimaksud budaya politik itu?
Pengertian
budaya politik
Budaya
politik merupakan salah satu variabel dalam sistem politik. Umumnya dianggap
bahwa dalam sistem politik terdapat empat variabel:
1.
Kekuasaan, yaitu sebagai
cara untuk mencapai hal yang diinginkan antara lain membagi sumber-sumber daya
di antara kelompok dalam masyarakat.
2.
Kepentingan, yaitu
tujuan-tujuan yang dikejar oleh pelaku-pelaku atau kelompok politik.
3.
Kebijaksanaan, yaitu hasil
dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk
perundang-undangan.
4.
Budaya politik, yaitu
orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik.
Budaya politik (political culture) mencerminkan faktor subyektif. Budaya politik adalah keseluruhan dari
pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi terhadap
politik dan pandangan hidup pada umumnya.
Budaya politik mengutamakan dimensi
psikologis dari suatu sistem politik, yaitu sikap-sikap, sistem-sistem
kepercayaan, simbol-simbol yang dimiliki oleh individu-individu dan beroperasi
di seluruh masyarakat, serta harapan-harapannya. Kegiatan politik seseorang
misalnya, tidak hanya ditentukan oleh tujuan-tujuan yang didambakannya, akan
tetapi juga oleh harapan-harapan politik yang dimilikinya dan oleh pandangannya
mengenai suatu sistem politik. Bentuk dari budaya politik dalam suatu
masyarakat dipengaruhi antara lain oleh sejarah perkembangan dari sistem, oleh
agama yang dianut dalam masyarakat, kesukuan, status sosial, konsep mengenai
kekuasaan, kepemimpinan dan sebagainya.
Berikut
ini berbagai pendapat para ahli politik tentang budaya politik:
1.
Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan
orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu
sistem politik.
2. Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan
empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi
dimana tindakan politik dilakukan.
3. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri
dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan
dengan sistem politik dan isu-isu politik.
4. Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat
pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara
bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
5. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai
dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan
pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
6.
Gabriel A.
Almond dan Sidney Verba
Budaya politik sebagai suatu
sikap orientasi yang khas dari warga negara terhadap suatu sistem politik
dengan aneka ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga negara yang ada
dalam sistem itu.
7.
Marbun
Budaya politik adalah pandangan
politik yang memengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan politik seseorang.
8.
Mochtar Masoed
dan Colin Mac. Andrews
Budaya politik adalah sikap dan orientasi
warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintah negara dan politiknya.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas
(dalam arti umum atau menurut para ahli), maka dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya
politik sebagai berikut :
1. Budaya politik tidak mengedepankan aspek perilaku aktual warga negara berupa tindakan, tetapi lebih menekankan pada berbagai perilaku non-aktual yang berupa orientasi, seperti pengetahuan, sikap, nilai-nilai, kepercayaan, dan penilaian warga negara terhadap suatu obyek plitik.
2. Hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik
adalah sistem politik, artinya
setiap berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem
politik. Obyek pembicaraan warga negara adalah kehidupan
politik pada umumnya. Misal
orientasi politik terhadap lembaga politik, terhadap lembaga legislatif,
eksekutif dan sebagainya.
3. Budaya politik menggambarkan orientasi politik
warga negara dalam tataran masif (dalam jumlah besar), atau mendeskripsikan masyarakat di suatu
negara atau wilayah, bukan per-individu.
Hal ini berkaitan dengan pemahaman, bahwa budaya politik merupakan
refleksi perilaku warga negara secara massal yang memiliki peran besar bagi
terciptanya sistem politik yang ideal.
Komponen-komponen Budaya Politik
Mengacu pada pendapat Gabriel A. Almond dan Sidney Verba di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada hakikatnya budaya politik mencakup dua hal,
yaitu:
1. Orientasi warga
negara terhadap obyek politik, dan
2. Sikap warga
negara terhadap peranannya sendiri dalam sistem politik.
1.
Orientasi
Politik dan Obyek Politik
Kata “orientasi” bermakna luas meliputi melihat, mengenal, pandangan,
pendapat, sikap, penilaian, pengetahuan, kepercayaan, keyakinan dan lain-lain.
Orientasi
warga negara meliputi tiga komponen orientasi, yaitu:
1.
Orientasi
kognitif,
yaitu orientasi warga yang sifatnya kognitif atau pengetahuan, seperti
pengetahuan, wawasan, kepercayaan dan keyakinan warga terhadap suatu obyek
politik.
2.
Orientasi
afektif,
yaitu orientasi warga yang sifatnya afektif atau sikap, seperti sikap-sikap,
nilai-nilai, dan perasaan warga terhadap obyek politik.
3.
Orientasi
evaluatif,
yaitu orientasi warga yang sifatnya evaluatif atau penilaian, seperti pendapat
dan penilaian warga terhadap suatu obyek politik.
Obyek
politik
adalah hal yang dijadikan sasaran dari orientasi warga negara. Obyek politik
yang dijadikan sasaran orientasi itu meliputi tiga hal sebagai berikut.
1.
Obyek politik
umum atau sistem politik secara keseluruhan.
Meliputi:
sejarah bangsa, simbol negara, wilayah negara, kekuasaan negara, konstitusi
negara, lembaga-lembaga negara, pimpinan negara, dan hal lain dalam politik
yang sifatnya umum.
2.
Obyek politik
input, yaitu
lembaga atau pranata politik termasuk input dalam sistem politik. Lembaga yang
termasuk dalam kategori obyek politik input ini contohnya partai politik,
kelompok kepentingan, organisasi masyarakat, pers, dukungan, dan tuntutan.
3.
Obyek politik
out put, yaitu
lembaga atau pranata politik yang termasuk proses output dalam sistem politik.
Lembaga yang termasuk dalam kategori obyek politik output ini contohnya
birokrasi, lembaga peradilan, kebijakan, putusan, undang-undang, dan peraturan.
Berdasar uraian-uraian di atas, dapat
dikatakan bahwa orientasi warga negara
terhadap obyek politik merupakan serangkaian pengetahuan, sikap, dan
penilaian warga negara terhadap obyek politik, baik obyek politik secara umum,
obyek politik input, maupun obyek politik dalam proses output dalam sistem
politik. Berdasar pernyataan di atas, dapat dijabarkan lagi komponen orientasi politik dan obyek
politik sebagai berikut.
1.
Orientasi
kognitif warga negara terhadap obyek politik umum.
2.
Orientasi
kognitif warga negara terhadap obyek politik input.
3.
Orientasi
kognitif warga negara terhadap obyek politik output.
4.
Orientasi
afektif warga negara terhadap obyek politik umum.
5.
Orientasi
afektif warga negara terhadap obyek politik input.
6.
Orientasi
afektif warga negara terhadap obyek politik output.
7.
Orientasi
evaluatif warga negara terhadap obyek politik umum.
8.
Orientasi
evaluatif warga negara terhadap obyek politik input.
9.
Orientasi
evaluatif warga negara terhadap obyek politik output.
Selanjutnya kita dapat membuat
pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui setiap orientasi politik seseorang
terhadap obyek politik. Berikut ini contoh-contoh pertanyaan untuk setiap
komponen orientasi.
1.
Orientasi
kognitif warga negara terhadap obyek politik umum dengan
pertanyaan berikut.
Berapa lama masa jabatan presiden di
Indonesia.
2.
Orientasi
kognitif warga negara terhadap obyek politik input.
Ada berapa partai
politik yang ikut dalam pemilu 2009 yang lalu?
3.
Orientasi
kognitif warga negara terhadap obyek politik output.
Setujukah anda
bahwa kenaikan harga BBM akan meringankan beban negara?
4.
Orientasi
afektif warga negara terhadap obyek politik umum.
Setujukah anda
presiden Indonesia dipilih langsung oleh rakyat?
5.
Orientasi
afektif warga negara terhadap obyek politik input.
Setujukah anda
sekarang ini banyak warga yang menuntut dengan cara demo?
6.
Orientasi
afektif warga negara terhadap obyek politik output.
Suka atau tidak
sukakah anda sekarang pemerintah memberi bantuan dana pendidikan bagi anak SD
sampai dengan mahasiswa?
7.
Orientasi
evaluatif warga negara terhadap obyek politik umum.
Apa pendapat
Anda dengan adanya pemilihan presiden langsung?
8.
Orientasi
evaluatif warga negara terhadap obyek politik input.
Bagaimana
penilaian anda terhadap kebebasan pers sekarang ini?
9.
Orientasi
evaluatif warga negara terhadap obyek politik output.
Baik atau
burukkah sekarang ini pemerintah mengimpor beras?
Lanjutkan dengan membuat lebih banyak lagi
pertanyaan-pertanyaan yang sejenis. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui orientasi politik warga negara terhadap obyek
politik. Seandainya pertanyaan itu kita sebarkan ke banyak orang di suatu
wilayah, maka kita dapat menggambarkan budaya politik warga di daerah tersebut.
Dengan demikian, semakin jelas bagi kita bahwa budaya politik menggambarkan aneka ragam pengetahuan, sikap, nilai, dan
pandangan-pandangan masyarakat terhadap kehidupan politik.
Meskipun komponen orientasi politik
dapat dipisah-pisahkan, dalam kenyataannya ketiga komponen orientasi politik
itu tidak dapat berdiri sendiri. Ketiga komponen itu saling berkaitan, saling
berhubungan atau saling memengaruhi. Orientasi
evaluatif seseorang akan dipengaruhi oleh orientasi kognitif dan afektif atau
sebaliknya.
Contoh, seorang warga diminta untuk menilai
seorang pemimpin negara maka jawaban tersebut akan dipengaruhi oleh pengetahuan
dia terhadap pemimpin itu dan sikap dia sendiri terhadap pemimpinnya itu. Cobalah Anda sendiri, misalnya dimintai
pendapatnya tentang bupati/walikota di daerah ada. Pastilah bahwa pendapat anda
nanti tentang bupati/ walikota akan dipengaruhi oleh apa yang anda ketahui
tentang bupati/ walikota itu dan sikap anda terhadap bupati/ walikota tersebut.
Orientasi evaluatif seseorang akan
berbeda dengan orang lain karena pengaruh perbedaan orientasi kognitif ataupun afektif.
2.
Sikap warga
negara terhadap peranannya sendiri sebagai subyek politik dalam sistem politik
Sikap warga negara
terhadap peranannya sendiri sebagai subyek politik dalam sistem politik adalah
sikap individu terhadap partisipasinya sendiri dalam sistem politik. Warga
negara sendiri dalam kehidupan bernegara (kehidupan politik) memiliki peranan,
tugas, hak, dan kewajiban-kewajiban tertentu. Sebagai warga negara, dia dapat
mempertanyakan pada diri sendiri: apakah
merasa memiliki dan mampu menjalankan seluruh peranan ataukah dia merasa tidak
memiliki dan tidak mampu menjalankan peranannya tersebut dalam kehidupan
politik. Dengan demikian, pribadinya sendiri sebagai warga negara dijadikan
sikap atau orientasi. Jadi, pribadi warga negara merupakan obyek politik.
Dalam bentuk
tabel, budaya politik digambarkan sebagai berikut.
Orientasi
|
Obyek Politik
|
Sikap Terhadap Diri Sendiri
|
||
Umum
|
Input
|
Output
|
||
Kognitif
|
|
|
|
|
Afektif
|
|
|
|
|
Evaluatif
|
|
|
|
|
Orientasi
warga negara terhadap obyek politik dapat menghasilkan dua orientasi berbeda
yaitu:
1.
Orientasi yang loyal
atau setia terhadap sistem politik (alliegensi)
2.
Orientasi yang terasing atau tersisihkan dari sistem politik (alienasi)
Di
antara dua orientasi tersebut terdapat orientasi yang apatis (apathy),
di mana orang tidak mau tahu, acuh tak acuh atau masa bodoh terhadap obyek
politik.
Sikap
warga negara terhadap peranannya dalam sistem politik menghasilkan dua
orientasi yang berbeda, yaitu orientasi
yang partisipan atau aktif dan orientasi yang pasif.
Ciri-Ciri
Budaya Politik
Budaya politik merupakan bagian dari
sistem politik mempunyai ciri-ciri khas, yaitu:
1.
Budaya politik menyangkut legitimasi
2.
Pengaturan kekuasaan
3.
Proses pembuatan kebijakan pemerintah
4.
Kegiatan partai-partai politik
5.
Perilaku aparat negara
6.
Gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang
memerintah
7.
Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan,
kegiatan sosial dan ekonomi, kehidupan pribadi dan sosial
8.
Budaya politik menyangkut pola pengalokasian
sumber-sumber masyarakat.
Macam-macam Budaya Politik:
1. Berdasarkan Sikap Yang
Ditunjukkan, budaya politik terbagi atas:
Pada negara yang memiliki sistem ekonomi
dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan
modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap
orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap
”militan” atau sifat ”tolerasi”.
a. Budaya
Politik Militan
Budaya politik di mana perbedaan tidak
dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang
sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kritis, maka yang dicari adalah
kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi
selalu sensitif dan membakar emosi.
b. Budaya
Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat
pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar
yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis
terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika pernyataan umum dari pimpinan
masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan
dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja
sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama.
2. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan, budaya politik terbagi
atas:
a. Budaya Politik
Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap
mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu
sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi
dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan
perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang
hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang
bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap
tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi
selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang
absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
b. Budaya Politik
Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif
biasanya terbuka dan sedia menerima apa
saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis
terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan
perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering
menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru
dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan.
Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik
melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan
mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
Tipe-tipe Budaya
Politik
Orientasi warga negara terhadap
sistem atau obyek politik berbeda-beda dan beragam. Berdasar hal tersebut maka
terdapat variasi budaya politik. Realitas
yang ditemukan dalam budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi.
Berdasarkan orientasi politik yang dicirikan dan karakter-karakter dalam budaya
politik, maka setiap sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda.
Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang ada dalam budaya politik yang
setiap tipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Dari realitas budaya
politik yang berkembang di dalam masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan
budaya politik sebagai berikut :
a.
Budaya politik parokial (parochial
political culture), yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah,
yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan) relatif rendah.
b.
Budaya politik kaula (subyek political culture),
yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun
ekonominya) tetapi masih bersifat pasif.
c.
Budaya politik partisipan (participant
political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran
politik sangat tinggi.
Ukuran
yang dipakai untuk membedakan ketiga jenis budaya politik tersebut adalah derajat
orientasi warga negara terhadap obyek politiknya. Dengan adanya perbedaan
warga terhadap obyek politik memunculkan tiga budaya politik yang berbeda pula.
Orientasi yang rendah terhadap obyek politik dilambangkan dengan angka nol,
sedang orientasi yang tinggi terhadap obyek politik dilambangkan dengan angka
satu.
Secara
skematis, ketiga budaya politik tersebut digambarkan sebagai berikut.
Orientasi
|
Obyek Politik
|
Sikap Terhadap Diri Sendiri
|
||
Umum
|
Input
|
Output
|
||
Kognitif
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Afektif
|
1
|
0
|
1
|
0
|
Evaluatif
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Dalam kehidupan
masyarakat, tidak menutup kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik
merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas. Tentang
klasifikasi budaya politik di dalam masyarakat lebih lanjut adalah sebagai
berikut.
No
|
Budaya
Politik
|
Ciri-ciri
|
1.
|
Parokial
|
a. Orientasi politik
warga terhadap keseluruhan obyek politik, baik obyek umum, obyek-obyek input,
obyek-obyek output, dan serta pribadinya sebagai partisipan aktif mendekati nol atau
dapat dikatakan rendah.
b. Warga cenderung
tidak menaruh minat terhadap obyek politik luas, kecuali yang ada di
sekitarnya.
c. Warga tidak banyak
berharap atau tidak memiliki harapan-harapan tertentu dari sistem politik di
mana ia berada.
d. Kesadaran anggota
masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan dalam masyarakat.
e. Berlangsung dalam
masyarakat yang masih tradisional dan sederhana, contohnya masyarakat suku.
f. Belum adanya
peran-peran politikyang kgusus, peran politik dilakukan serempak bersamaan
dengan peran ekonomi, keagamaan dan lain-lain.
g. Berkaitan dengan hal
di atas, maka pelaku politik tidak hanya menjalankan peran politik tetapi
juga berperan lain dalam masyarakat. Contohnya, seorang kepala suku tidak
hanya memimpin suku, tetapi juga penguasa ekonomi, pemimpin spiritual dan
panglima perang.
|
2.
|
Subyek/
Kaula
|
a. Orientasi politik
warga terhadap obyek politik umum dan obyek politik output adalah mendekati
satu atau dapat dikatakan tinggi. Sebaliknya, orientasi warga terhadap obyek
politik input dan peranannya sendiri adalah mendekati nol atau dapat
dikatakan rendah.
b. Warga menaruh kesadaran,
minat, dan perhatian terhadap sistem politik pada umumnya dan terutama
terhadap obyek politik output, sedang kesadarannya terhadap input dan
kesadarannya terhadap aktor politik rendah.
c. Warga menyadari
sepenuhnya akan otoritas pemerintah.
d. Mereka tidak berdaya
memengaruhi, bahkan tunduk dan patuh saja terhadap segala kebijakan dan
putusan yang ada dalam masyarakat.
e. Warga bersikap
menerima saja putusan yang dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak boleh
dikoreksi apalagi ditentang.
f. Sikapnya sebagai
aktor politik adalah pasif, artinya tidak mampu berbuat banyak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan politik.
g. Tidak banyak memberi
masukan dan tuntutan kepada pemerintah, tetapi cukup puas untuk menerima saja
apa yang berasal dari pemerintah.
|
3.
|
Partisipan
|
a. Orientasi politik warga
terhadap keseluruhan obyek politik, baik obyek umum, obyek-obyek input, output,
dan pribadinya sebagai partisipan aktif mendekati satu atau dapat dikatakan
tinggi.
b. Anggota masyarakat sangat
partisipatif terhadap semua obyek politik ,
baik menerima maupun menolak suatu obyek politik.
c. Kesadaran bahwa ia
adalah warga negara atau masyarakat yang aktif dan berperan sebagai aktivis.
d. Warga menyadari akan
hak dan tanggung jawabnya dan mampu mempergunakan hak itu serta menanggung
kewajibannya.
e. Tidak menerima
begitu saja keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin, tetapi dapat menilai
dengan penuh kesadaran semua obyek politik, baik keseluruhan, input, output
maupun posisi dirinya sendiri.
f. Kehidupan politik
dianggap sebagai sarana transaksi seperti halnya penjual dan pembeli. Warga
dapat menerima berdasar kesadaran, tetapi juga mampu menolak berdasarkan
penilaiannya sendiri.
|
Namun dalam kenyataan
tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan,
pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi
campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba
tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu :
a. Budaya politik - subyek (the parochial- subject
culture)
Artinya, masa peralihan dari parokial menuju subyek. Sebagian masyarakat
masih menaruh perhatian pada hal-hal tradisional, sebagian lainnya menolak dan
mengarah pada pemerintahan terpusat (otoritarian)
b. Budaya politik subyek-partisipan (the
subject-participant culture)
Artinya, masa peralihan dari subyek ke partisipan. Sebagian masyarakat
sudah berorientasi pada input (aktif memberi masukan) dan menyadari sebagai warga
negara aktif, namun sebagian lagi masih berorientasi pada struktur pemerintahan
yang otoriter, taat pada putusan dan pasif sebagai warga negara.
c. Budaya politik parokial-partisipan (the
parochial-participant culture)
Berada pada masyarakat yang masih berbudaya parokial, tetapi sistem dan
norma-norma politik yang dikembangkan menuntut untuk berbudaya partisipan.
Menurut pendapat Gabriel Almond dan
Sidney Verba, ketiga budaya politik di atas sebangun atau selaras dengan sistem
politiknya, yaitu sebagai berikut:
a.
Budaya politik parokial sebangun
dengan sistem politik tradisional.
b.
Budaya politik subyek sebangun
dengan sistem politik otoritarian.
c.
Budaya politik
partisipan sebangun dengan sistem politik demokrasi.
Di samping ketiga
budaya politik campuran di atas, terdapat lagi yaitu budaya politik kewarganegaraan (civics
culture) yang merupakan gabungan atau kombinasi ciri-ciri yang ada pada
tiga budaya politik sebelumnya, yaitu parokial, subyek, dan partisipan. Dalam
budaya poltik kewarganegaraan, orientasi politiknya pada budaya politik
partisipan, dikombinasikan secara seimbang dengan orientasi pada budaya politik
subyek dan parokial.
Berdasarkan
penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di atas, dapat dibagi dalam tiga model kebudayaan politik sebagai
berikut :
Model-Model Kebudayaan Politik
|
||
Demokratik Industrial
|
Sistem Otoriter
|
Demokratis Pra Industrial
|
Dalam sistem ini cukup banyak aktivis
politik untuk menjamin adanya kompetisi partai-partai poli-tik dan kehadiran
pemberian suara yang besar.
|
Di sini jumlah industrial dan modernis
sebagian kecil, meskipun terdapat organisasi politik dan partisipan politik
seperti mahasiswa, kaum in-telektual dengan tindakan persuasif menentang sistem
yang ada, tetapi sebagian besar jumlah rakyat hanya menjadi subyek yang
pasif.
|
Dalam sistem ini hanya terdapat
sedikit sekali partisipan dan sedikit pula keterlibatannya dalam
peme-rintahan
|
Budaya politik yang
berkembang di Indonesia
Rusadi Sumintadipura
dalam bukunya Sistem Politik Indonesia menyatakan adanya beberapa ciri dari
budaya politik Indonesia sebagai berikut.
a.
Adanya subbudaya (subculture) yang banyak dan beraneka
ragam, karena Indonesia memiliki banyak suku yang masing-masing suku tersebut
memilki budaya sendiri-sendiri.
b.
Sifat ikatan
primordial yang masih kuat yang dikenali melalui indikator sentimen kedaerahan,
kesukuan, dan keagamaan.
c.
Kecenderungan budaya
politik Indonesia yang masih mengukuhi sifat paternalisme dan sifat
patrimonial. Sebagai indikator misalnya bapakisme, asal bapak senang (ABS),
menurutpetunjuk pimpinan.
d.
Budaya politik
indonesia bersifat parolial subyek di satu pihak dan partisipan di lain pihak.
Selain itu, Affan Gaffar mengatakan bahwa budaya politik indonesia memiliki
tiga ciri dominan sebagai berikut.
a.
Hirarki
yang Tegar/Ketat
Masyarakat Jawa, dan sebagian besar
masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hierarkis. Stratifikasi
sosial yang hierarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat
kebanyakan (wong cilik). Masing-masing terpisah melalui tatanan hierarkis
yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan
sedemikian rupa sesuai dengan asal-usul kelas masing-masing. Penguasa dapat
menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan, sebaliknya, rakyat harus
mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'.
Dalam kehidupan politik, pengaruh
stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa
memandang diri dan rakyatnya. Mereka cenderung melihat dirinya sebagai pamong/
guru/ pendidik bagi rakyat. Mereka juga mencitrakan diri sebagai kelompok yang
pemurah, baik hati, dan pelindung. Namun sebaliknya, mereka cenderung
merendahkan rakyatnya, karena penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung,
sudah seharusnya rakyat patuh, tunduk, setia, dan taat pada penguasa.
b.
Kecenderungan Patronage
Pola hubungan patronage merupakan salah satu budaya politik
yang menonjol di Indonesia. Hubungan macam ini disebut pola hubungan patron
– client. Pola hubungan ini bersifat individual. Antara dua individu,
yaitu si Patron dan si Client, terjadi interkasi timbal balik dengan
mempertukarkan sumber dya yang dimiliki masing-masing. Si Patron memiliki
sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan, atau jabatan, perlindungan, perhatian
dan kasih sayang, bahkan materi (harta kekayaan, tanah garapan, dan uang);
sedang si Client memiliki sumber daya berupa tenaga, dukungan, dan kesetiaan.
Dalam kehidupan politik, tumbuhnya
budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka
lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari
basisnya.
c.
Kecenderungan
Neo-patrimonialistik
Salah
satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya kecenderungan
munculnya budaya politik yang bersifat neo-patrimonisalistik;
artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik seperti
birokrasi, namun perilaku negara masih memperlihatkan tradisi dan budaya
politik yang berkarakter patrimonial.
Ciri-ciri birokrasi modern:
1.
Adanya suatu struktur hierarkis yang melibatkan pendelegasian
wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi
2.
Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas
3.
Adanya aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar
formal yang mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
4.
Adanya personel yang secara teknis memenuhi syarat, yang
dipekerjakan atas dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi
dan penampilan.
Menurut
Max Weber, dalam negara yang
patrimonialistik, penyelenggaraan pemerintahan berada di bawah kontrol langsung
pimpinan negara. Selain itu, negara patrimonialistik memiliki sejumlah
karakteristik sebagai berikut (Afan
Gaffar, 2002:117):
1. Kecenderungan
mempertukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa kepada
teman-temannya.
2. Kebijakan
seringkali lebih bersifat partikularistik dari pada bersifat universalistik.
3. Rule of law
lebih bersifat sekunder bila dibandingkan kekuasaan penguasa (rule of man).
4. Penguasa
politik seringkali mengaburkan antara kepentingan umum dan kepentingan publik.
Budaya pDalamDDDDolitik
elit (terdiri dari kaum pelajar sehingga memiliki pengaruh dan lebih berperan
dalam
SOSIALISASI PENGEMBANGAN BUDAYA POLITIK
Pengertian Sosialisasi Politik
Ada hubungan antara budaya politik dengan sosialisasi politik. Budaya
politik merupakan produk atau hasil dari sosialisasi politik. Sosialisasi
politik pada dasarnya dimaksudkan untuk membentuk budaya politik warga negara.
Dengan sosialisasi politik, warga negara akan menerima, mengalami, dan
menjalankan berbagai sikap, pandangan, pengetahuan, dan nilai-nilai politik
bangsa.
Pada hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk
memasyarakatkan nilai-nilai dan budaya politik ke dalam suatu masyarakat.
Pengertian Menurut Para ahli
Berikut ini akan
dikemukakan beberapa pengertian sosialisasi politik menurut para ahli.
1.
David F. Aberle, dalam “Culture and Socialization”
Sosialisasi politik adalah pola-pola
mengenai aksi sosial, atau aspek-aspek tingkah laku, yang menanamkan pada
individu-individu keterampilan-keterampilan (termasuk ilmu pengetahuan),
motif-motif dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan yang
sekarang atau yang tengah diantisipasikan (dan yang terus berkelanjutan)
sepanjang kehidupan manusia normal, sejauh peranan-peranan baru masih harus
terus dipelajari.
2.
Gabriel A. Almond
Sosialisasi politik menunjukkan pada
proses dimana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh
atau dibentuk, dan juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan
patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi
berikutnya.
3. Irvin L. Child
Sosialisasi politik adalah segenap
proses dengan mana individu, yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran
potensi tingkah laku, dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya yang dibatasi
di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaannya dan bisa diterima olehnya
sesuai dengan standar-standar dari kelompoknya.
4.
Richard E. Dawson dkk.
Sosialisasi politik dapat dipandang
sebagai suatu pewarisan pengetahuan, nilai-nilai dan pandangan-pandangan
politik dari orang tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi yang lainnya kepada
warga negara baru dan mereka yang menginjak dewasa.
5.
S.N. Eisentadt, dalam From
Generation to Ganeration
Sosialisasi politik adalah komunikasi
dengan dan dipelajari oleh manusia lain, dengan siapa individu-individu yang
secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum. Oleh Mochtar Mas’oed disebut dengan transmisi
kebudayaan.
6.
Denis Kavanagh
Sosialisasi politik merupakan suatu
proses dimana seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang
politik.
7.
Alfian
Mengartikan pendidikan politik sebagai
usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat, sehingga
mereka mengalami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu
sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan
melahirkan sikap dan perilaku politik baru yang mendukung sistem politik yang
ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru.
Tipe dan Agen Sosialisasi Politik
Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi politik dibagi dua: pendidikan
politik dan indoktrinasi politik.
a.
Pendidikan politik, merupakan
dialogis di antara pemberi dan penerima pesan.
Melalui proses
ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, noma-norma,
dan simbol-simbol politik negaranya. Pendidikan politik dilaksanakan dalam
rangka pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai, norma, dan simbol yang
dianggap ideal dan baik. Dilakukan melalui kegiatan kursus, latihan
kepemimpinan, diskusi, atau keikutsertaan dalam berbagai pertemuan.
b.
Indoktrinasi politik, merupakan
proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat
untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap oleh penguasa sebagai
ideal dan baik.
Dari pandangan Alfian,
ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam sosialisasi politik, yakni:
Pertama: Sosialisasi politik
hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terus-menerus selama
peserta itu hidup.
Kedua: Sosialisasi politik dapat berwujud
transmisi yang berupa pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi
informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik secara tegas.
Proses mana berlangsung dalam keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, kelompok
kerja, media massa, atau kontak politik langsung.
Ada dua tipe
sosialisasi politik, yaitu tidak langsung dan langsung.
a. Sosialisasi politik
tidak langsung
Seorang
individu untuk pertama kali memperoleh atau mewarisi hal-hal yang bersifat
nonpolitis, dan pada gilirannya hal-hal yang diperolehnya tadi akan
mempengaruhi pandangan-pandangannya, sikap-sikapnya, dan keyakinan-keyakinannya
di bidang politik.
Dilakukan
dengan cara: hubungan pribadi, magang, dan generalisasi.
b. Sosialisasi politik
langsung
Proses di mana
hal-hal yang ditransmisikan atau disampaikan kepada generasi berikutnya
berwujud nilai-nilai, informasi-informasi, sikap-sikap, pandangan-pandangan,
keyakinan-keyakinan mengenai politik secara eksplisit.
Dilakukan
dengan cara: peniruan, antisipatori, pendidikan politik, dan pengalaman
politik.
Menurut Gabriel Almond menyatakan ada enam agen sosialisasi politik.
a.
Keluarga
b.
Sekolah
c.
Kelompok pergaulan
d.
Tempat kerja
e.
Media massa
f.
Kontak-kontak politik langsung
Fungsi dan Peranan Partai Politik
Secara umum, partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Adapun tujuan dibentuknya sebuah partai adalah
untuk memperoleh kekuasaan politik, dan merebut kedudukan politik dengan cara
(yang biasanya) konstitusional yang mana kekuasaan itu partai politik dapat
melaksanakan program-program serta kebijakan-kebijakan mereka. Misalnya dengan
mengikuti pemilu legislatif. Di samping itu juga dengan cara ilegal, seperti
melakukan subversif, revolusi atau kudeta.
Fungsi Partai Politik
Dalam negara
demokrasi, partai politik mempunyai beberapa fungsi antara lain :
a.
Sebagai sarana komunikasi politik
Salah satu tugas dari partai politik adalah
menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya
sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat bisa
diminimalkan.
b. Sebagai sarana
sosialisasi politik
Partai politik memainkan peran dalam membentuk
pribadi anggotanya. Sosialisasi yang dimaksudkan adalah partai berusaha
menanamkan solidaritas internal partai, mendidik anggotanya, pendukung dan
simpatisannya serta bertanggung jawab sebagai warga negara dengan menempatkan
kepentingan sendiri dibawah kepentingan bersama.
c.
Sebagai sarana rekrutment politik.
Partai politik mencari dan mengajak orang yang
berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
Cara-cara yang dilakukan oleh partai politik sangat beragam, bisa melalui
kontrak pribadi, persuasi atau menarik golongan muda untuk menjadi kader.
d. Sebagai sarana
partisipasi politik
Partai politik harus selalu aktif mempromosikan
dirinya untuk menarik perhatian dan minat warga negara agar bersedia masuk dan
aktif sebagai anggota partai tersebut. Partai politik juga melakukan
penyaringan-penyaringan terhadap individu-individu baru yang akan masuk
kedalamnya.
Pentingnya sosialisasi politik dalam
pengembangan budaya politik
Dalam upaya pengembangan budaya politik, sosialisasi politik sangat
penting. Menurut Gabriel A. Almond, sosialisasi politik dapat membentuk
dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa. Selain itu, sosialisasi
politik juga dapat memelihara kebudayaan politik suatu bangsa dalam bentuk
penyampaian kebudayaan itu dari generasi tua ke generasi muda, serta dapat pula
mengubah kebudayaan politik.
PERAN SERTA BUDAYA POLITIK PARTISIPAN
1. Pengertian Partisipasi Politik
Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik
hal ini mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik.
Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung
keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena
kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan
kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian
keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.
Bagi sebagian
kalangan, sebenarnya keterlibatan rakyat dalam proses politik, bukan sekedar
pada tataran formulasi bagi keputusan-keputusan yang dikeluarkan pemerintah
atau berupa kebijakan politik, tetapi terlibat juga dalam implementasinya yaitu
ikut mengawasi dan mengevaluasi implementasi kebijakan tersebut.
2.
Pengertian Budaya Politik Partisipatif
Budaya politik partisipatif disebut juga
budaya politik demokrasi. Budaya politik partisipatif adalah suatu kumpulan
sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya, yang menopang
terwujudnya partisipasi.
3.
Menerapkan budaya
politik partisipatif
Budaya politik
berbeda dengan perilaku politik. Budaya politik belum mengarah pada kegiatan,
tetapi baru pada orientasi dan sikap warga negara, sedangkan perilaku politik
sudah menunjuk pada aktivitas atau kegiatan nyata warga negara dalam kehidupan
politiknya.
Pada umumnya
perilaku politik warga negara dipengaruhi oleh budaya yang dimiliknya. Dengan
demikian, perilaku warga negara merupakan perwujudan atau bentuk peran serta
dari budaya politik warga negara itu sendiri.
Untuk menerapkan
budaya politik partisipan, ada empat hal yang harus dilakukan.
a.
Mengembangkan
budaya keterbukaan
b.
Mengembangkan
budaya mengajukan pendapat dan berargumentasi secara santun dalam semangat
egalitarian.
c.
Mengembangkan
budaya pengambilan keputusan secara terbuka dan demokratis, serta mengembangkan
sportivitas dalam berpolitik.
d.
Membiasakan
proses rekrutmen kader secara transparan berdasarkan kualifikasi yang tolok
ukurnya diketahui secara luas.
Warga negara
dapat menampilkan budaya politiknya dalam wujud perilaku politik. Berikut ini
contoh perilaku politik warga negara sebagai perwujudan dari budaya politik
partisipan.
a.
Memberi
masukan, pendapat, saran dan kritik pada pemerintah
b.
Ikut
berbagai jajak pendapat
c.
Pelaksanaan
demokrasi secara damai, baik dalam bentuk penolakan maupun dukungan.
d.
Ikut
pemilihan umum
e.
Ikut
rapat, musyawarah, dialog, debat publik dan sebagainya berkaitan dengan masalah
bersama.
Terima
kasih atas perhatiannya. Semoga bermanfaat...dan sukses!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar